Awal bulan Februari, polisi di Kota Lanzhou (Provinsi Gansu, Tiongkok) menerima telepon dari seorang bocah laki-laki: “Ada penjahat di rumah saya dan dia telah mencuri uang angpao saya.”
Petugas yang menerima panggilan tersebut mendengar suara seorang pria di rumah itu berteriak: “Anak nakal! Apakah kamu benar-benar menelepon polisi?”
Beberapa menit kemudian, ketika polisi tiba di rumah, bocah itu berseru sambil menunjuk ayahnya: “Wah, polisi datang cepat sekali. Tangkap ‘penjahat’ ini!”
“Saya minta maaf kepada petugas. Anak saya belum dididik dengan baik. Saya tidak menyangka dia benar-benar akan menelepon polisi,” kata sang ayah, menjelaskan bahwa mereka berdua sedang berdebat tentang siapa yang akan menyimpan angpao milik anaknya.
Bocah laki-laki melaporkan ayahnya ke polisi karena mencuri angpaoSeorang bocah laki-laki melaporkan ayahnya ke polisi atas tuduhan “mencuri angpao” (Ilustrasi: Shutterstock).
Ternyata, bocah itu diam-diam menggunakan ponsel ayahnya untuk menelepon polisi. Perselisihan antara ayah dan anak itu baru selesai setelah polisi melakukan mediasi.
“Simpan saja uang angpao itu kepada ayahmu. Jika kamu membutuhkan uang, mintalah kepada ayahmu dan catat semua pengeluaran, oke?” kata polisi kepada bocah itu, sambil meminta sang ayah untuk memperbaiki metode pendidikannya.
Menurut laporan The Paper, usia bocah itu tidak diungkapkan. Dia bukan satu-satunya anak di Tiongkok yang menelepon polisi terkait perilaku orang tuanya.
Pada bulan Januari, seorang bocah laki-laki berusia 10 tahun di Ningxia ditegur ayahnya karena tidak mengerjakan PR, lalu ia menelepon polisi melaporkan bahwa ayahnya menyimpan biji opium kering. Polisi menggeledah rumah dan menemukan zat adiktif yang diklaim oleh ayahnya digunakan untuk “tujuan medis.”
Pria itu kemudian ditangkap untuk diinterogasi, dan hingga kini belum ada keputusan akhir dari pengadilan.
Menurut hukum di Tiongkok, membeli, menyimpan, atau mengedarkan biji opium, bahkan dalam jumlah kecil, adalah tindak pidana, dengan hukuman penjara selama 10 hingga 15 hari serta denda maksimal 3.000 yuan (sekitar 10,5 juta rupiah).