Meta baru saja merilis laporan pendapatan terbaru, di mana divisi Reality Labs terus menarik perhatian dengan kerugian besar mencapai US$4,97 miliar. Meskipun demikian, unit ini hanya menghasilkan pendapatan sebesar US$1,1 miliar.
Mark Zuckerberg menghadapi tantangan kerugian Reality Labs di metaverse
Reality Labs: Pilar Teknologi yang Menjadi Beban Finansial
Reality Labs adalah divisi penting Meta, bertanggung jawab mengembangkan dan mewujudkan visi metaverse – dunia virtual yang sangat diandalkan oleh CEO Mark Zuckerberg. Divisi ini berfokus pada produksi perangkat seperti headset realitas campuran Meta Quest dan kacamata pintar Ray-Ban. Ini dipandang sebagai langkah strategis untuk membentuk masa depan industri teknologi realitas virtual (VR) dan realitas tertambah (AR).
Namun, jalur pengembangan teknologi perintis ini tidaklah mudah. Menurut data dari CNBC, sejak tahun 2020, Reality Labs telah merugi total lebih dari US$60 miliar. Hal ini menjadikan divisi tersebut “beban” finansial besar bagi Meta, terlepas dari potensi jangka panjang yang ditawarkannya.
Perjalanan Investasi ke VR dan AR
Kisah investasi Meta di bidang VR dimulai pada tahun 2014, ketika perusahaan (yang saat itu masih bernama Facebook) mengakuisisi Oculus – sebuah startup spesialis teknologi realitas virtual – dengan harga US$2 miliar. Sejak saat itu, Meta terus mengucurkan miliaran dolar untuk mengembangkan solusi teknologi VR dan AR.
Mark Zuckerberg percaya bahwa VR dan AR akan memainkan peran penting dalam era komputasi awan, membantu Meta memimpin dalam perlombaan teknologi masa depan. Namun, biaya penelitian, pengembangan, dan produksi perangkat ini sangat mahal. Akibatnya, meskipun ada investasi besar, Reality Labs masih belum mampu mencapai keuntungan yang berkelanjutan.
AI – Pilar Baru dalam Strategi Pengembangan
Tidak hanya berhenti pada VR dan AR, Meta kini beralih fokus secara signifikan ke kecerdasan buatan (AI). Pada tahun 2025, perusahaan diperkirakan akan menginvestasikan US$60 hingga US$65 miliar untuk memperluas infrastruktur komputasi guna mendukung aktivitas terkait AI.
Menurut CEO Mark Zuckerberg, AI akan menjadi fondasi penting dalam upaya membangun dan menyempurnakan dunia virtual. Kombinasi antara AI dan teknologi VR/AR menjanjikan pengalaman baru yang menarik, sekaligus membantu Meta mempertahankan posisi kompetitifnya di pasar teknologi global.
Tantangan di Depan Mata
Meskipun memiliki visi jangka panjang dan strategi yang jelas, Meta masih menghadapi banyak tantangan besar. Pertama, kerugian terus-menerus dari Reality Labs membuat investor khawatir tentang efisiensi penggunaan modal. Kedua, persaingan ketat dari pesaing besar seperti Apple, Google, atau Microsoft juga memberikan tekanan yang signifikan pada Meta.
Selain itu, meyakinkan pengguna umum untuk menerima dan mengadopsi teknologi metaverse masih menjadi masalah yang sulit. Saat ini, metaverse sebagian besar menarik perhatian dari bisnis dan kelompok pengguna khusus, belum benar-benar populer secara luas.
Kesimpulan
Reality Labs adalah bukti nyata bahwa Meta siap berinvestasi besar-besaran pada teknologi masa depan, meskipun itu berarti menanggung kerugian kolosal. Namun, untuk mewujudkan visi metaverse, Meta perlu menemukan cara menyeimbangkan antara biaya dan manfaat, sekaligus mendorong komersialisasi produk teknologinya.
Mampukah Mark Zuckerberg membawa Meta melewati masa sulit ini menuju kesuksesan di era metaverse? Ikuti langkah-langkah perusahaan selanjutnya untuk mendapatkan jawabannya.


