Pajak Khusus Konsumsi untuk Minuman Bergula: Apakah Efektif dalam Mengurangi Dampak Buruk terhadap Kesehatan?

Công ty của Kim Soo Hyun ra văn bản 12 trang đáp trả gia đình Kim Sae Ron

Indonesia sedang mengalami peningkatan cepat dalam konsumsi minuman bergula, yang menimbulkan tantangan besar bagi kesehatan masyarakat. Artikel ini menganalisis dampak penerapan pajak khusus konsumsi pada minuman tersebut, dan memeriksa apakah tingkat pajak saat ini cukup kuat untuk membalikkan tren konsumsi.

Pendahuluan tentang Meningkatnya Konsumsi Minuman Bergula

Berdasarkan data Euromonitor, konsumsi minuman ringan bergula di Indonesia telah melonjak, dari 1,59 miliar liter pada tahun 2009 menjadi 6,67 miliar liter pada tahun 2023, atau meningkat empat kali lipat dalam 14 tahun. Diperkirakan tren peningkatan ini akan terus berlanjut dengan kecepatan rata-rata 6,4% per tahun pada periode 2025-2030. Kondisi ini menuntut solusi yang efektif untuk mengurangi dampak buruk kesehatan akibat konsumsi minuman bergula yang berlebihan.

Konsumsi minuman ringan bergula melonjak tajam, meningkat empat kali lipat dalam 14 tahunKonsumsi minuman ringan bergula melonjak tajam, meningkat empat kali lipat dalam 14 tahun

Pajak Konsumsi Khusus: Solusi yang Dapat Diterapkan?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan penerapan pajak khusus konsumsi pada minuman bergula untuk mengurangi konsumsinya. Saat ini, 117 negara telah menerapkan kebijakan ini. Penerapan pajak khusus konsumsi bertujuan untuk menerapkan sepenuhnya dan tepat waktu arahan Partai dan Pemerintah, berkontribusi pada penuntun produksi dan konsumsi, dan mengatur pendapatan.

Tingkat Pajak yang Diperlukan untuk Mendapatkan Hasil?

Draf Undang-Undang Pajak Konsumsi Khusus (revisi) mengusulkan tingkat pajak sebesar 10% untuk minuman ringan yang mengandung lebih dari 5 gram gula per 100 ml. Namun, menurut WHO, tingkat pajak ini hanya memiliki dampak kecil terhadap harga eceran (sekitar 5%), yang mengakibatkan efek pengurangan konsumsi juga sangat terbatas.

Untuk mendapatkan dampak yang signifikan, tingkat pajak perlu ditingkatkan menjadi 20% dari harga pabrik, yang akan meningkatkan harga eceran sekitar 10%, sehingga mengurangi tingkat konsumsi rata-rata sekitar 10-11%. Namun, dampak ini hanya akan memperlambat laju pertumbuhan konsumsi dalam waktu singkat, dan tren pertumbuhan dapat pulih dalam beberapa tahun berikutnya.

Tantangan dan Solusi Jangka Panjang

Tingkat pajak 10% dalam draf undang-undang mungkin tidak cukup kuat untuk mengubah kebiasaan konsumsi, sehingga tidak mencapai tujuan mengurangi konsumsi demi kesehatan masyarakat.

WHO menekankan bahwa penerapan pajak khusus konsumsi yang berhasil adalah faktor penting, memberikan mekanisme untuk memantau konsumsi dan membangun skema pajak yang lebih efektif di masa depan. Kementerian Kesehatan mengusulkan tingkat pajak 40% untuk minuman ringan bergula (atau 30% mulai tahun 2026 setelah meningkat menjadi 40% sesuai jadwal hingga tahun 2030) untuk mengurangi daya beli, dengan tujuan membalikkan tren peningkatan cepat dari produk minuman bergula/minuman ringan. Rencana peningkatan tingkat pajak secara bertahap akan memiliki dampak yang lebih positif.

Kesimpulan

Penerapan pajak khusus konsumsi pada minuman bergula sangat penting untuk mengurangi konsumsi dan melindungi kesehatan masyarakat. Namun, tingkat pajak saat ini dalam draf undang-undang mungkin tidak cukup kuat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Kementerian Keuangan perlu mempertimbangkan untuk menetapkan rencana peningkatan tingkat pajak di masa depan untuk memastikan dampak jangka panjang dan efektivitas dalam mengurangi konsumsi minuman bergula di Indonesia.

Referensi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *